Kemendiknas Hapus Ujian Nasional Ulangan
Saturday, 18 December 2010
JAKARTA(SINDO) – Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) memutuskan untuk menghapus pelaksanaan ujian nasional (UN) ulangan mulai tahun depan.
Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh mengatakan, formula baru UN yang akan diterapkan nanti adalah penggabungan nilai UN dengan nilai ujian sekolah. Nilai sekolah adalah gabungan nilai ujian sekolah ditambah nilai rapor semester satu hingga empat. Adapun nilai gabungan ditetapkan minimal 5,5 dari enam mata pelajaran yang sama diujikan dalam UN dan ujian sekolah.Namun, pembobotan kedua nilai tersebut akan dibedakan. “Nilai sekolah dan UN memiliki bobot masingmasing yang akan ditentukan oleh pemerintah.Namun bobot nilai sekolah akan lebih kecil dari bobot UN,” papar Nuh di Jakarta, Kamis (16/12).
Dampak dari formulasi UN yang baru ini UN ulangan tahun depan tidak akan digelar. Alasannya, syarat kelulusan yang ditetapkan sudah diperlonggar. Mendiknas menjelaskan, syarat penilaian itu maksimum 2 mata pelajaran dengan nilai 4 dan minimum 4 mata pelajaran dengan nilai minimum 4,25. Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika ini mengatakan, formulasi baru ini dipilih karena dinilai mampu meningkatkan nilai rata-rata hasil UN.Tidak hanya bagus pada penilaian akhir, Mendiknas juga memilih formulasi ini karena dapat menguji seluruh kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa.
Di tempat lain, sejumlah anggota Komisi X DPR mendesak agar pemerintah merevisi Peraturan Pemerintah (PP) 19 Tahun 2005 yang menjadi landasan pelaksanaan UN.Anggota Komisi X DPR Raihan menilai, PP tersebut bertentangan dengan UU Sisdiknas. Menurut dia, UU Sisdiknas Pasal 58 menegaskan evaluasi dilakukan oleh pendidik dan yang mengeluarkan ijazah adalah sekolah. Namun, dalam PP 19 mencantumkan UN yang diselenggarakan pemerintah menjadi penentu kelulusan. Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistyo menyatakan, nilai 4,25 untuk empat mata pelajaran memang sudah rendah. Baginya rencana dihapuskannya ujian ulangan bukan menjadi masalah, selagi pemerintah memberikan porsi tanggung jawab besar kepada sekolah ataupun guru untuk menentukan kelulusan.
Pemerintah, ujarnya, seharusnya jangan berpikir keras untuk menentukan nilai rendah. “Saya masih menilai UN itu cara pembusukannilaidansikapdisiswa yang sangat membahayakan pendidikan karakter.Ini ditandai dengan masih adanya kecurangan dan tindakan tidak sportif pada pelaksanaannya nanti,”ungkapnya. Pengamat pendidikan Arief Rachman menilai kewenangan penuh untuk meluluskan siswa berada di tangan kepala sekolah dan atau dewan guru.
Hal ini yang sesuai dengan UU Sisdiknas.Namun dengan sistem standardisasi kelulusan yang diatur oleh pemerintah pusat,kewenangan tersebut terabaikan. (neneng zubaidah)
Sabtu, 18 Desember 2010
0 Comments
Langganan:
Posting Komentar (Atom)